Selasa, 04 Agustus 2009

Artikel Fatwa :

Hukum Wanita Memakan Celana Jeans
Jumat, 29 Mei 09

Tanya:

“Bagaimana hukum memakai celana jeans bagi seorang wanita muslimah?

Jawab:

“Memakai celana panjang bagi wanita muslimah termasuk perbuatan yang diharamkan, baik dipakai ketikan sendirian, dihadapan kaum wanita atau didepan suaminya, kecuali di dalam di dalam kamar yang terkunci serta hanya bersama suaminya, sedangkan memakainya diluar kamar, maka hal itu tidak diperbolehkan karena menampakan lekuk-lekuk tubuh. Tidak selayaknya wanita muslimah membiasakan diri memakai pakaian tersebut karena akan menjadi kebiasaanya. Jika telah merasa senang memakainya, maka tidak boleh memakainya lagi dan harusa meninggalkannya seketika itu juga”.
Fatwa Ibnu Jibrin (Fatwa-Fatwa Terkini jilid 3)

Catatan penting;

Memakai celana panjang bagi perembuan merupakan perbuatan menyeruapai laki-laki yang dilarang didalam Islam yang akan mendatangkan laknat sebagai manadalam hadits


عن ابن أبي مليكة قال قيل لعائشة رضي الله عنها: إن امرأة تلبس النعل فقالت لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الرجلة من النساء

Dari Ibnu Abi Mulaikah dia berkata ; “diakatakan kepada Aisyah radhiallahu ‘anha sesungguhnya ada seoran perempuan mengenakan sandal (khusus laki-laki), maka dia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat (ar-Rajalah) yang menyerupai laki-laki dari kaangan perempuan”. (HR. Abu Daud, Bab Libasun-Nisa berkata Syaikh al-Albani:” Hadist ini shahih”.)

Informasi Selengkapnya......

Artikel Buletin An-Nur :

10 Sebab Turunnya Rahmat Allah Ta’ala
Senin, 13 Juli 09

Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pemberi rahmat (kasih sayang). Bahkan sayangNya terhadap hamba-hambaNya lebih dari sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Dengan kasih sayangNya, Dia menciptakan kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan rizki kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan kesehatan kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan makan dan minum, pakaian serta tempat tinggal kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia menunjukkan kita kepada Islam dan Iman serta amal shalih. Dengan rahmatNya, Dia mengajarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui. Dengan rahmatNya, Dia memalingkan kejahatan musuh-musuh dari diri kita. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. al-Hajj: 38).

Dengan rahmatNya, Dia menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan,. Dengan rahmatNya, Dia memasukkan hamba-hambaNya yang beriman dan yang beramal shalih ke dalam surga. Dengan rahmatNya, Dia menyelamatkan mereka dari Neraka.Segala sesuatu semuanya adalah berkat rahmat Allah Ta’ala. Oleh karenanya seorang muslim perlu mengetahui faktor penyebab, Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada makhlukNya, yaitu:

  • 1. Berbuat Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menyempurnakan ibadah kepadaNya dan merasa dimonitor (diawasi) oleh Allah Ta’ala, bahwasanya kamu beribadah kepada Allah Ta’ala, seolah-olah kamu melihatNya, maka jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu, dan berbuat baik kepada manusia semaksimal mungkin, baik dengan ucapan, perbuatan, harta, dan kedudukan. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56)
  • 2. Dan di antara sebab-sebab yang paling utama untuk mendapatkan rahmat Allah Ta’ala adalah bertakwa kepadaNya dan menaatiNya dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, seperti mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Mustahiq), beriman dengan ayat-ayat Allah swt, dan mengikuti RasulNya. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi.” (QS. al-A’raf: 156, 157)
  • 3. Kasih sayang kepada makhluk-makhlukNya baik manusia maupun binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang yang penyayang, maka Allah Ta’ala akan menyayangi mereka (memberikan rahmat kepada mereka), sayangilah/ kasilah penduduk bumi, niscaya penduduk langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)

    Dan hal itu lebih ditekankan lagi kepada orang-orang fakir dan miskin yang sangat membutuhkan. Sedangkan balasan (ganjarannya) sesuai dengan perbuatan, sebagaimana kita berbuat baik, maka kita akan mendapatkan balasan dari kebaikan tersebut.

  • 4. Beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 218).

    Maka orang-orang yang beriman selalu mengharapkan rahmat Allah Ta’ala setelah mereka melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rahmat yaitu iman, hijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Adapun hijrah meliputi berpindah dari negri syirik ke negri Islam dan meninggalkan apa yang dilarang Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala.” (Muttafaq ‘alaih).

    Sedangkan jihad mencakup jihad melawan hawa nafsu dalam menaati Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Orang yang berjihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam menaati Allah Ta’ala.” (HR. al-Baihaqi).

    Sebagaimana jihad meliputi pula jihad melawan setan dengan menyelisihinya dan bersungguh-sungguh untuk mendurhakainya dan jihad dalam memerangi orang-orang kafir dan jihad terhadap orang-orang munafik dan pelaku-pelaku maksiat baik dengan tangan, kemudian (jika tidak mampu) dengan lisan, kemudian (jika tidak mampu juga), maka dengan hati.

  • 5. Mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah Ta’ala, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. an-Nur: 56).
  • 6. Berdo’a kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkannya dengan bertawasul dengan nama-namaNya yang Maha Pengasih (ar-Rahman) lagi Maha Penyayang (ar-Rahim) atau yang lainnya dari nama-namaNya yang Agung/ Indah, seperti kamu mengatakan, “Ya Rahman (Wahai Yang Maha Penyayang), sayangilah aku (rahmatilah aku), ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rahmatMu yang luas yang meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuni dosaku dan menyayangiku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. al-Kahfi: 10).

    Dan Allah Ta’ala juga berfirman, artinya, “Hanya milik Allah asma`u al-Husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma`u al-Husna itu.” (QS. al-A’raf: 180).

    Maka hendaklah seseorang memohon setiap permintaannya dengan nama yang sesuai dengan permintaannya itu untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu’.” (QS. al-Mu’min: 60).

    Dan firman Allah Ta’ala lainnya, artinya, “Dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik.” (QS. al-Mu’minun: 118).

    Sungguh Allah Ta’ala telah menyuruh (kita) berdo’a dan menjamin ijabah (mengabulkan do’a tersebut) dan Dia Maha Suci yang tidak pernah mengingkari janji.

  • 7. Mengikuti al-Qur`an al-Karim dan mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. al-An’am: 155).
  • 8. Menaati Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132).
  • 9. Mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan al-Qur`an al-Karim. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan apabila dibacakan Al-Qur`an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf: 204).
  • 10. Istighfar, memohon ampunan dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. an-Naml: 46). Wallahu a’lam.


Sumber: Diterjemahkan dari Kitab “An-Nuqath al-‘Asyarah adz-Dzahabiyah”, Syaikh Abdur Rahman ad-Dusari.

Informasi Selengkapnya......

Fiqih


Hadirilah Kajian Buku tentang Imam yang terzhalimi :: Adakah Amalan Khusus di Bulan Rajab? ::

SYUBHAT SEPUTAR ISRA MI'RAJ
Rabu, 05 Agustus 09

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi MahaMengetahui”. (Q.S. Al-Israa’: 1).
Ketidak konsistennya antara Al Qur'an dgn peristiwa ini adalah : Nabi Muhammad menerima Quran sekitar umur 40 tahun dan menerima perintah sholat pada umur Nabi 50 tahun sehingga timbul pertanyaan kok begitu lama perbedaan waktunya.
Hingga Muhammad SAW wafat yaitu 12 Rabiul awwal tahun 11 Hijriah atau 8 Juni 632 Masehi, Masjidil Aqsa belum pernah ada, baru kemudian Masjidil Aqsha itu mulai dibangun oleh Khalifah Umayah pada tahun 691 Masehi,dan diselesaikapembangunannya oleh Kalifah Walid pada tahun 715 Masehi. Jadi Masjidil Aqsa mulai dibangun setelah 59 th wafatnya Nabi.
Sehingga banyak aliran Aliran yang berpendapat Israa Miraj adalah
mimpi belaka.
Jadi ayat Al-Israa 1 itu bisa disimpulkan bukan dari ucapan Muhammad....



Saya dapat dari
http://www.mail-archive.com/islamkristen@yahoogroups.com/msg102918.html

tolong penjelasannya yang serinci-rincinya…….!


Wassalamu'alaikum warhamatullaahi wabarakatuh


Hormat Saya : windiarto


Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Setelah Nabi shallahu ‘alaihi wasallam diangkat sebagai Nabi dan Rasul beliau shalat di pagi dan petang hari masing-masing dua raakat. Setelah Mi’raj ke langit Nabi shallahu’alaihi wasallamshalat lima waktu, karena pada saat itulah shalat limawaktu diwajibkan.
2.Tentang rentang waktu yang menurut Anda lama, maka hal ini kembali kepada Allah, Dia yang memberi wahyu, Dia yang mewajibkan. Tidak ada sisi apapun, tidak ada alasan apa pun yang menunjukkan bahwa al-Qur`an tidak konsisiten.
3.Dari mana Anda bisa mengatakan demikian tentang Masjidil Aqsha? Sepertinya anda bermimpi di siang bolong. Tolong cek lagi kebenaran ilmu sejarah
Anda, kawan.
4.Benar ayat 1 surat al-Isra` bukan dari ucapan Muhammad, karena yang benar
adalah bahwa ia merupakan kalam atau firman Allah Ta'ala.
Bukan hal yang baru kalau ada yang mengingkari Isra’ dan Mi’raj, bukan hal baru kalau ada pihak yang mengatakan bahwa Isra` dan Mi’raj hanya mimpi,sebelumnya Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang musyrik Makkah telah mengingkarinya walaupun Nabi saw telah menunjukkan bukti-buktinya,orang-orang yang mengingkari Isra` dan Mi’raj tidak perlu membanggakandiri, karena imam mereka adalah Abu Jahal dan kawan-kawan.
.
Shalawat dan salam kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam

Informasi Selengkapnya......

Informasi

Sebuah Gereja di Amerika Menolak Menghapus Spanduk Berslogan Menjelekkan Islam
Jumat, 31 Juli 09

Florida- Pendeta sebuah gereja Amerika di wilayah Florida menolak menghapus spanduk berslogan yang mendiskriditkan Islam di depan gereja, setelah para tokoh Islam di Amerika Serikat berupaya melobi dan meyakinkan agar dihapusnya tulisan tersebut, namun dia justru menolak dan merespons dengan menambahkan spanduk-spanduk baru yang memuat slogan-slogan anti-Islam.(iol/A.Nbl)

Informasi Selengkapnya......

Rabu, 29 Juli 2009


BEBERAPA HUKUM TENTANG ADZAN DAN IQAMAT
Kamis, 23 Juli 09


  • Pasal: Ketahuilah bahwa adzan dan iqamat menurut kami adalah sunnah, dan inilah madzhab yang shahih yang terpilih, baik itu adzan Jum'at atau selainnya. Sebagian sahabat kami berkata, "Adzan dan iqamat adalah fardhu kifayah." Sebagian yang lain ber-kata, "Keduanya adalah fardhu kifayah untuk Jum'at bukan pada selainnya." Jika kita memilih fardhu kifayah maka seandainya penduduk suatu daerah atau kota meninggal-kannya maka mereka diperangi karenanya. Jika kita memilih sunnah maka mereka tidak diperangi berdasarkan madzhab yang shahih dan terpilih, sebagaimana mereka tidak diperangi karena meninggalkan shalat sunnah Zhuhur dan yang sepertinya. Sebagian kawan kami berkata, "Mereka diperangi karena ia adalah syiar Islam yang zahir." (Yang terpilih dari pendapat-pendapat ini adalah bahwa adzan fardhu kifayah berdasarkan dalil-dalil yang banyak lagi jelas, bukan di sini tempat perinciannya, dan inilah yang masyhur dari madzhab Ahmad dan pilihan Ibnu Taimiyah, pent.)

  • Pasal: Dianjurkan mentartilkan adzan dan meninggikan suara, dan dianjurkan mempercepat iqamat dengan suara lebih rendah daripada suara adzan. Seorang muadzin disunnahkan bersuara bagus, dipercaya, amanat, mengetahui waktu dan tidak meminta bayaran. Disunnahkan beradzan dan beriqamat dengan berdiri di tempat yang tinggi dan menghadap kiblat. Seandainya dia beradzan atau beriqamat dengan membelakangi kiblat, atau dengan duduk atau berbaring atau dalam keadaan berhadats atau junub, adzan-nya tetap sah hanya saja makruh, dan adzan orang yang junub lebih berat makruhnya dari-pada yang berhadats dan makruhnya iqamat dalam keadaan junub lebih berat. (Mengenai disunnahkan ia dapat diterima. Adapun apa yang dinyatakan makruh maka ia tidak berdalil. Kalau menyelisihi yang lebih baik, maka hal itu benar, pent..)

  • Pasal: Adzan tidak disyariatkan kecuali untuk shalat lima waktu: Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya`, baik shalat dilaksanakan pada waktunya atau di luar waktunya, baik dia musafir atau mukim, baik shalat sendiri maupun berjamaah. Jika satu orang beradzan maka ia cukup mewakili yang lain. Apabila dia mengqadha shalat-shalat yang tertinggal pada waktu (Ini menurut pendapat yang mensyariatkan mengqadha shalat yang terlewatkan, dan yang benar adalah bahwa ia tidak disyariatkan karena tidak ada dalil yang bisa dijadikan sebagai pijakan. Adapun orang yang meninggalkan shalat karena tertidur atau karena lupa waktunya adalah pada waktu dia bangun atau ingat. Jadi ia adalah pelaksanaan pada waktunya dan bukan qadha, pent.), maka cukup beradzan untuk yang pertama saja dan beriqamat untuk masing-masing shalat. Jika menjamak di antara dua shalat maka cukup beradzan untuk yang pertama saja dan beriqamat untuk masing-masing.
    Adapun selain shalat lima waktu maka tidak ada adzan untuknya dan tidak ada khilaf mengenai hal ini. kemudian di antara shalat-shalat tersebut ada yang dianjurkan pada saat hendak menunaikannya dengan berjamaah untuk mengucapkan, الصَّلاَةُ جَامِعَةٌ seperti shalat Id, shalat kusuf, shalat istisqa'. Di antaranya ada yang tidak dianjurkan padanya, seperti sunnah-sunnah shalat dan shalat sunnah mutlak. Di antaranya, ada yang diperselisihkan, seperti shalat tarawih dan jenazah dan yang lebih shahih adalah diucap-kannya ia pada shalat tarawih bukan shalat jenazah. (Tidak disyariatkan ucapan الصَّلاَةُ جَامِعَةٌ kecuali hanya untuk Shalat Kusuf (gerhana matahari). Adapun Shalat Id, Istisqa', Tarawih dan jenazah maka tidak ada dalil yang mensyariatkan itu padanya, pent.)

  • Pasal: Iqamat tidak sah kecuali pada waktunya dan pada saat hendak menunai-kan shalat.
    Adzan tidak sah kecuali setelah masuk waktu shalat, kecuali Shubuh, boleh adzan padanya sebelum masuk waktu. Waktu di mana adzan dibolehkan padanya diperseli-sihkan dan yang paling shahih adalah ia dibolehkan pada pertengahan malam, ada yang berpendapat pada waktu Sahur. Ada yang berpendapat di seluruh malam, dan ini pen-dapat yang tidak perlu dipandang, ada yang berpendapat, setelah dua pertiga malam. Dan yang terpilih adalah yang pertama.( Semua ini adalah pendapat yang lemah, tidak didasari sinar kebenaran. Yang terpilih adalah bahwa adzan awal untuk shalat Subuh sesaat sebelum adzan yang kedua, karena telah terbukti dalam hadits shahih bahwa tenggat waktu antara adzan Bilal dan adzan Ibnu Ummi Maktum hanyalah seukuran antara turunnya yang pertama dan naiknya yang kedua. Jika ada yang mengherankan maka yang lebih mengherankan adalah orang yang beradzan setelah pertengahan malam. Untuk apa dia beradzan?, pent.)

  • Pasal: Wanita dan banci boleh beriqamat namun tidak boleh beradzan karena keduanya dilarang mengangkat suara. (Terdapat atsar yang hasan dan shahih yang mensyariatkan adzan bagi wanita dari Aisyah dan Ibnu Umar, jadi ia dija-dikan pijakan. Benar ia sunnah baginya bukan wajib, pent.)

Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Telp. 021-84998039. Oleh: Abu Nabiel)



Hit : 80 | Index | kirim ke teman | versi ceta

Informasi Selengkapnya......

Extirimis Jerman Bunuh Wanita Berjilbab Dengan Dalih Teroris
Senin, 06 Juli 09

KAIRO – Sebuah keluarga Mesir menerima kedatangan jenazah "Marwa El-Sherbini", "Syahidah Hijab” - wanita berjilbab yang terbunuh di Jerman (semoga Allah memasukkannya sebagai Syuhada)- yang tiba di Mesir pada hari ahad, pukul delapan malam waktu setempat. Hal tersebut merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan dan membangkitkan kemarahan yang besar di kalangan warga Mesir; Sebagai bentuk bela sungkawa dan turut berduka cita atas sebuah keluarga Mesir yang telah terbunuh putrinya dan tertikam suaminya dengan beberapa tikaman di tubuhnya di sebuah pengadilan di kota Dresden Jerman pada hari Rabu lalu yang dilakukan oleh ektrimis jerman dengan dalih “Perang melawan Teroris”. Slogan yang biasa dipropagandakan barat (baca: orang-orang kafir) sebagai dalih untuk menyerang kaum Muslimin yang mereka anggap sebagai teroris. Dan Marwah, wanita berjilbab yang bekerja di salah satu apotik di Jerman merupakan korban dari slogan orang-orang kafir tersebut.

Sebelum jenazah dipulangkan ke negaranya yakni Mesir, pada tanggal 5/7/2009 diadakan shalat jenazah atasnya (32 tahun) di masjid "as-Salam" di ibu kota Berlin, yang dihadiri oleh duta besar Mesir, Ramzy Ezz El-Din, dan para staf kedutaan, serta sejumlah besar anggota yayasan-yayasan Arab.

Jenazah diantar oleh ‘Thariq El-Sherbini’ yang merupakan saudara kandung korban yang tengah hamil tiga bulan, dan anaknya, "Mustafa" yang masih berusia empat tahun yang menyaksikah peristiwa “Pembuhan ibunya” tersebut. (Isln/ An)

Informasi Selengkapnya......

Kamis, 11 Juni 2009

Fiqih

Hukum Seputar Mandi Janabah
Senin, 01 Juni 09

Para pembaca yang budiman, sudah kita ketahui bahwa thaharah (besuci) merupakan bagian dari ajaran Islam bahkan merupakan separuh dari keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kebersihan itu sebagian dari keimanan...” (HR. Muslim, Bab fadhlul Wudhu, Ahmad dan yang lainnya)

Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika diutus menjadi Rasul dan diperintahkan untuk berdakwah, maka di antara perintah yang terdapat dalam wahyu tersebut adalah perintah untuk bersuci. Dalilnya adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Ibnu Syihab, dia telah berkata, “Telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdur-Rahman, bahwasanya Jabir bin Abdullah dia menceritakan tentang terhentinya wahyu dan berkata dalam haditsnya, “Tatkala aku (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) berjalan ketika itu aku mendengar suara dari atas langit, kemudian aku angkat pandanganku ke atas ternyata ada malaikat yang pernah mendatangiku di goa Hira dan aku merasa ketakutan darinya, kemudian aku pulang terus berkata, “Selimutilah aku,! Selimutilah Aku! Kemudian Allah l menurunkan firmanNya, artinya, “Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah peringatan ! Dan Tuhanmu, agungkanlah, dan pakaianmu besihkanlah dan perbuatan dosa (menyembah berhala), maka tinggalkanlah.” (QS. al-Muddatsir: 1-5) (HR. al-Bukhari, Kitab Badil Wahyi).

Maka pada edisi kali ini, kita akan sedikit membahas tentang salah satu dari macam thaharah yaitu mandi janabah. Mengigat pentingnya pembahasan ini dan masih banyak kaum muslimin yang belum memahami masalah ini, padahal Allah Ta’ala tidak akan menerima shalat seseorang jika dia berhadas sampai dia bersuci, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah Ta’ala tidak akan menerima shadaqah dari hasil Ghulul (korupsi dari harta rampasan perang) tidak pula menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Abu Daud, Bab Fardhu al-Wudhu. Syaikh al-Albani berkata, “Shahih”).

Dalil-Dalil Disyari’atkan Mandi Wajib

  • Firman Allah Ta’ala, artinya , “..Dan apabila kalian dalam keadaan junub, maka (bersucilah) mandilah,..” (QS. al-Maidah: 6)
  • Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Jika seseorang duduk di antara Syu’ab al-Arba’ (dua kaki dan dua paha perempuan/ jima’), maka dia wajib mandi.” (HR. al-Bukhari, Bab Idza Iltaqa al-Khitanaan, dan selainnya)

Sebab-sebab Yang Mewajibkan Mandi Janabah

  • Janabah.

    Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan apabila kamu junub, maka mandilah,..” (QS. al-Maidah:6).
    Yang dimaksud dengan junub yaitu:

    • Mengeluarkan mani baik dengan jima’ atau yang lainnya, seperti mimpi basah, onani atau sebab sebab-sebab lain yang menyebabkan air mani keluar-Red
    • Dengan bertemunya ke-dua kemaluan- yakni melakukan hubungan badan walaupun tidak mengeluarkan mani-Red

  • Keluarnya Darah Haidh Dan Nifas.

    Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan janganlah dekati mereka (istri-isrti yang sedang haidh) (berjima’) sampai mereka suci (terhenti darahnya), maka apabila mereka sudah bersuci (mandi), maka datangilah mereka dari tempat yang sesuai Allah perintahkan…” (QS. al-Baqarah: 222). (lihat Manhajus-Salikin, hal.47-48)
    Apabila darahnya sudah terhenti (suci), maka wajib mandi.

  • Kematian Selain Mati Syahid.

    Adapun dalil kematian, telah berkata Imam al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abdullah dia berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Ayub As-Sikhtiyani dari Muhammad bin Sirin dari Umu ‘Athiyyah al-Anshariyah dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke ruangan kami tatkala putrinya meninggal dunia kemudian bersabda (ketika dimandikan) ,‘Basuhlah sebanyak tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian memandang hal itu perlu dengan air dan daun bidara dan berikan di akhirnya kafur (sejenis wewangian) atau sedikit dari kafur , maka apabila telah selesai beritahu aku’. Kemudian tatkala kami telah selesai, kami memberitahukan kepadanya. Kemudian beliau n memberikan kepada kami kain seraya bersabda, “Kenakanlah kepadanya.” (yakni kain tersebut) (HR. al-Bukhari, Bab Ghuslul Mayit wa wudhu’uhu)

  • Islamnya Orang Kafir.

    Berkata Syaikh As-Sa’di rahimahullah, “Dan beliau (Nabi) shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan orang yang baru masuk Islam untuk mandi, kemudian Syaikh Muhammad al-Khudhairy mengomentari dalam tahqiqnya, “(Hal ini) sebagaimana dalam hadits Qais bin ‘Ashim, yang diriwayatkan Abu Daud (355), dan at-Tirmidzi (605) dan dia menghasankanya, dan an-Nasa’I (1/109) (lihat manhajus-Salikin, hal.38 dengan tahqiq Muhammad bin Abdul Aziz al-Khudhairy rahimahullah, penerbit Darul Wathan cet 1 Tahun 1421 H / 2000 M)


Tata Cara Mandi

  • 1. Niat.

    Yakni tempatnya di hati dan tidak disyari’atkan melafazkan niat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya.” (HR. al-Bukhari, kitab Bad’il Wahyi) dan ini merupakan syarat sahnya ibadah.

  • 2. Tasmiah.

    Yakni mengucapkan bismillah, hal ini berdasarakan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidak sah shalat bagi yang tidak berwudhu dan tidak sah wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah.” (al-Wajiz fii fiqhil kitabi was-sunnah, hadist tersebut dihasankan)

  • 3. Mencuci kemaluan terlebih dulu -baik depan maupun belakang-Red
  • 4.Kemudian berwudhu secara sempurna.
  • 5. Kemudian mengguyurkan air ke kepalanya tiga kali dan meratakannya atau membilasnya dengan air tersebut.
  • 6. Kemudian mengalirkan air keseluruh tubuh.
  • 7. Kemudian mencuci kaki di tempat yang lain

Dan yang fardu dari hal-hal tersebut adalah mencuci seluruh badan dan apa-apa yang ada di bawah rambut baik yang tipis maupun yang tebal wallahu a’lam. (Manhajus-Salikin, hal 48-49).

Faidah:

Hadits Sifat Mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mandi janabah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mencuci kedua tangannya, kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian menyela-nyela rambutnya dengan tangannya sampai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam beranggapan, bahwa air telah sampai ke kulit kepalanya. Kemudian mengguyurkan dan mengalirkan air ke kepalanya tiga kali, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mencuci seluruh jasadnya. Dan dia berkata (Aisyah radhiallahu ‘anha), “Aku dan Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mandi (bersama) ketika (kami) junub dalam satu wadah. Kami menciduk air darinya.” (lihat Taisirul Allam jilid 1 kitabut-Thaharah, bab al-Ghuslu Minal janabah)

Takhrij hadist :

Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Bab Takhlilus-Sya’r, bab wudhu qablal ghusl dan di bab-bab yang lainya, dari jalur Abdan dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdulah dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah radhiallahu ‘anha. Juga hadist ini dikeluarkan oleh Muslim dalam Bab Shifatu Ghuslil Janabah dari jalur Yahya bin Yahya At-Taimy dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya(Urwah) dari Aisyah radhiallahu ‘anha. Juga Abu Daud dalam Bab Fil Ghusli Minal Janabah dari jalur Sulaiman bin Harbi al -Wasyihi dan Musadad keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Hammad dari Hisyam bin Urwah, dan hadist ini juga di keluarkan oleh Imam-Imam yang lain, wallahu a’lam.

Oleh : Galih Abu Jabal As-sundawy.

Informasi Selengkapnya......

Rabu, 29 April 2009

Knowledge

Cintaku Hanya Untuk Allah

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, kebaikan bagi seorang hamba yang paling besar ialah jika dia mampu mengalihkan semua kekuatan cintanya kepada Allah semata. Sehingga dia mencintai Allah dengan segenap hati, jiwa dan raganya. Cinta seperti inilah yang menjadi tujuan kebahagiaan manusia dan puncak kenikmatannya. Hatinya tidak merasa memiliki kenikmatan kecuali menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai yang paling dicintai daripada yang lain, termasuk dirinya sendiri. Sehingga apabila dia disuruh memilih antara kekufuran atau dilemparkan ke dalam api, tentu dia akan memilih dilemparkan ke dalam api.

Seorang hamba seperti ini, tidaklah mencintai kecuali karena Allah semata. Dengan cinta inilah dia akan mendapatkan manisnya iman dalam hatinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Ada tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, maka dia akan mendapatkan manisnya iman. Yaitu, dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya. Dia mencintai seseorang dan dia tidak mencintainya melainkan karena Allah. Dia enggan kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran itu, sebagaimana dia enggan untuk dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).

Informasi Selengkapnya......

Senin, 27 April 2009

dinul haq

Bismillahirahmanirrahim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah:208)

Informasi Selengkapnya......

( Index Mutiara )

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Allah menjamin akan menganugerahkan hidayah dari kesesatan dan memberikan keselamatan pada hari perhitungan amal (kelak di akhirat) bagi orang yang benar-benar membaca al-Qur’an dan mengikuti petunjuk yang ada di dalamnya. Demikian itu sesuai dengan firman Allah, “"Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (Thaha: 123-124)